Juni 14, 2025
Source: AFP PHOTO / JUNG YEON-JE

Setiap tahun, biaya pendidikan tambahan di Korea Selatan terus meningkat. Yang meningkat bukan hanya total pengeluaran secara nasional, tetapi juga biaya per-siswa, tingkat partisipasi, hingga durasi belajar. Pendidikan privat kini tidak lagi sekedar pelengkap, melainkan mulai menggantikan peran sekolah formal. Padahal, pemerintah telah mengalokasikan lebih dari 100 triliun won per tahun untuk pendidikan publik. Namun, para orang tua masih merasa perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk les. Mengapa hal ini terus terjadi?

Sekolah VS Les: Siapa yang Menang?

Masalah utamanya terletak pada pendekatan yang digunakan. Sekolah publik bersifat supply-oriented, berfokus pada kurikulum nasional yang seragam. Sebaliknya, lembaga bimbingan belajar bersifat demand-oriented, menyesuaikan dengan kebutuhan siswa secara individual.

Di bimbel, siswa biasanya dikelompokkan berdasarkan tingkat kemampuan, lengkap dengan sistem naik dan turun level yang ditentukan lewat tes berkala. Sedangkan di sekolah, semua siswa duduk dalam satu kelas tanpa diferensiasi kemampuan. Hal ini membuat proses belajar mengajar kurang optimal bagi siswa yang berprestasi maupun siswa yang masih kesulitan dalam belajar. Selain itu, bimbel menerapkan evaluasi ketat baik kepada siswa maupun tutor. Meskipun sistem ini menciptakan tekanan, juga memberi kesan bahwa bimbel lebih fokus dan serius dalam mendukung pencapaian akademik.

Apakah AI Bisa Menjadi Solusi?

Beberapa wilayah, seperti Gyeongnam, telah memperkenalkan program kelas berbasis AI, seperti iTalkTalk. Pemerintah pun mulai mengembangkan buku teks berbasis AI untuk sejumlah pelajaran. Namun, sejauh ini responsnya belum signifikan. Banyak guru dan orang tua belum melihat perbedaan besar dibandingkan layanan bimbel berbasis teknologi yang sudah ada di sektor swasta.

Bank Soal AI Nasional: Inovasi yang Ditunggu

Salah satu solusi yang mulai mendapat perhatian adalah pengembangan Bank Soal berbasis AI untuk Ujian Masuk Perguruan Tinggi (CSAT). Bayangkan jika data soal dari 30 tahun terakhir, beserta informasi dengan tingkat kesulitan tingkat kesulitan dan pola jawaban siswa, dimanfaatkan untuk membuat sistem belajar yang personal dan dapat diakses secara gratis. Hal ini berpotensi menjadi game changer, menyaingi keunggulan bimbel elite yang selama ini unggul dalam pembuatan soal-soal model (CSAT).

Menuju Sistem yang Lebih Setara

Jika pemerintah dapat mengelola data dan teknologi AI secara tepat, kemungkinan untuk menekan biaya pendidikan privat menjadi lebih besar. Yang paling penting adalah komitmen serius, bukan sekadar proyek percobaan yang berakhir tanpa kelanjutan.

Cationers, menurut kalian gimana? Bisa nggak AI bantu merevolusi pendidikan di Korea atau bahkan di tempat lain juga? Yuk diskusi di kolom komentar! Biar nggak ketinggalan update seru lainnya, aktifin notifikasi blog Hellocation.id dan follow terus Instagram @hellocationkorea buat update seputar K-News, edukasi, dan kehidupan pelajar di Korea!

Sumber: DAUM Net (https://v.daum.net/v/20250521000605033

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *